Kemarin, saat daku parkir seorang sopir RS bilang kalau daku sebaiknya parkir di pinggiran karena lebih teduh. Memang sih di pinggiran itu terlindung karena di antara tembok pagar dan tembok RS sehingga lebih adem. Lalu daku pun mengikuti sarannya dengan memindahkan parkir di samping.
Pagi ini daku pun memarkir Mbak Vega di samping lagi. Harapanku sih supaya tidak kepanasan dan mobil jadi awet. Tapi ternyata kejadiannya malah bikin daku sewot. Karena saat daku mau pulang, daku menjumpai baretan panjang dari pintu belakang memanjang sampai depan. Mungkin belum puas dengan baretan panjang di body samping, baretan diteruskan naik ke kap mesin sampai lampu depan. Waaah benar-benar baretan yang menyebalkan.
Daku sih menduga baretan ini disengaja oleh orang yang tidak menyukaiku dan tahu kalau ini mobilku. Lebih ironis karena mobil diparkir di dalam RS. Artinya yang membaret bisa jadi orang kantor. Atau mungkin dia mengira ini mobil orang lain yang dibencinya? Soalnya perasaan daku tidak punya musuh di kantor ini. Kalau di kantor lain mungkin ada musuhnya, hahaha…
Sesampai di apartemen langsung mencari polis asuransi. Syukurlah tanggungannya komprehensif (gabungan). Tentu bisa ditanggung asuransi. Dan daku tidak perlu susah-susah mengusut pembaretnya, toh ditanggung asuransi. Lagian parkir samping ini tidak ada CCTV.
Semoga pembaretnya sadar kalau apa yang dilakukannya sungguh tidak terpuji.
sabar, sabar~
mungkin si pembaret iri karena gak punya mobil bagus seperti punyanya kak dewo~
Iya Mas, ini berusaha sabar, hiks…
Salam
iya sih mas, ditanggung asuransi, tapiiii….kan butuh waktu masuk bengkel 😦
maksdunya apa ya orang2 itu?
[…] masih belum ada ide, jadi daku lanjutkan saja cerita sebelumnya yang bertajuk “Siapa Membaret Mobilku?”. Rupanya cerita apes ini tidak hanya menimpaku. Keesokan harinya, yaitu hari Sabtu, mobil seorang […]
Semoga dia insap ya, sungguh perbuatan yang rendah sekali!
Sama, mobil saya juga dibaret dari lampu belakang sampai pintu depan sebelah kanan. Padahal parkir di lahan sendiri dan tidak mengganggu. Ada fenomena apa ini? Apakah mungkin perlu ada dasar hukum yg tegas untuk mengatur hal kecil tapi merugikan semacam ini?