Ketika terjadi hiruk pikuk saat launching Arduino Due saya hanya bisa berdecak kagum. Maklum, teknologi & fitur yang diusungnya jauh lebih powerful dibanding board Arduino sebelumnya. Arduino Due termasuk sesuatu yang baru yang sedikit keluar dari jalur Arduino sebelumnya karena Due menggunakan prosesor dengan arsitektur ARM sedangkan sebelumnya menggunakan AVR.
Dengan digunakannya arsitektur ARM, maka Arduino Due jadi head-to-head dengan Raspberry Pi yang telah lebih dulu mengguncang dunia sebagai PC paling murah sedunia. Walau pun sebenarnya keduanya jelas memiliki target pengguna yang berbeda, dimana Arduino bermain di dunia microcontroller sedangkan Raspberry Pi bermain di microcomputer. Pada kenyataannya keduanya bisa digunakan untuk controller dan computer dengan trik khusus.
Menurut saya langkah Arduino Due ini sudah baik walau pun keluar dari pakem Arduino sebelumnya karena transisi AVR ke ARM ini difasilitasi dengan baik oleh tim Arduino (salut!!!). Karena bisa jadi dunia microcontroller memang membutuhkan tenaga dan kemampuan yang lebih besar dari yang telah ada sekarang ini. Contohnya adalah saat Google mengeluarkan ADK, Sparkfun dengan IOIO, atau Arduino dengan ADK. Semuanya menjadikan MCU (microcontroller unit) lebih mudah diakses dengan piranti lain, khususnya piranti dengan sistem operasi Android.
Tidak dipungkiri kalau itu semua membutuhkan tenaga yang besar yang lebih dari pada yang bisa didapat dari MCU model AVR. Dan ARM adalah salah satu solusi termurah. Bisa saja kita menggunakan prosesor x86 dari Intel atau AMD, tetapi itu seperti membasmi nyamuk dengan bom.
Di tengah semakin cepatnya perkembangan teknologi saat ini, dengan segenap kerendahan hati, saya sedang merayap mempelajari MCU dengan basis arsitektur AVR. Dimulai dengan keluarga ATtiny yang sederhana sampai ke ATmega yang menengah. Sedangkan board Raspberry Pi masih tergeletak tak terurus menunggu dioprek.
Terus terang saya merasa seakan sedang mengejar ketertinggalan saya. Dan saya agak menyesal karena saat kuliah elektro dulu sering bolos dan tidak memperhatikan atau mempelajari materi kuliah dengan sungguh-sungguh. Di lain pihak, jaman saya kuliah memang masih serba sulit, baik dari segi kurangnya literatur, kurangnya komunitas elektronika, terbatasnya koneksi internet/komunikasi, dan yang pasti karena kurangnya dana untuk membiayai eksperimen.
Syukurlah saat ini semua kendala itu sudah lenyap. Dan saya bersyukur masih bisa menikmati belajar itu semua dengan semangat yang masih menyala. Kendala saya saat ini hanyalah waktu, usia dan menurunnya kemampuan (*hiks*). Namun itu semua tetap tidak mengalahkan semangat saya.
Ini curhatku, mana curhatmu?
salut dengan semangat ngopreknya yang tak lekang oleh waktu ( ehm…)
saya membacanya saja sudah pu’ing 😦
mungkin harus terjun langsung mengerjainya heheheh……
ayuuuuk belajar bersama
yg penting cemungud
Saya baca, meski nggak paham…
Terima kasih atas kunjungannya, pak Mars.
Salam
Seiring bertambah usia kecepatan coding juga melemah ya Om 🙂
Microcontoler jaman dulu buat saya juga hayalan, karena harga development toolsnya yg aduhai
Skr ketika dev tools bertebaran jadi bingung jg musti beli yg mana dulu :-))
Request donk, bikin artikel ttg memilih shields buat pemula, soalnya dgn keluarnya banyak varian, buat pemula kayak sy suka bingung
Thx sebelumnya
Eh iya salam kenal yak 🙂
Salam kenal juga.
Ehm, kalau memilih shield sih tergantung kebutuhan, bakal beda-beda shieldnya di setiap kebutuhan.
Salam
pak…
lokasi dimana…saya pesan saja Bootloader arduino UNO….. IC nya saja.. coba2 oprek blm juga berhasil…balas ke email saja pak ya, brapa biaya