Kupandangi pantulan wajahku di cermin. Masih cantik di usia senjaku. Padahal baru kemarin aku mengeluh karena keriputku, karena kempotku. Padahal kemarin hampir kupecahkan cermin besar ini karena kecewa dengan pantulan wajahku.
Kuusap wajahku dengan bedak yang dulu biasa aku pakai untuk pentas. Kuulaskan lipstik merah membara yang biasanya bisa menggoda para pria. Semenjak kacamataku pecah tadi pagi, aku lebih bisa menikmati wajah senjaku.
Waahh…ternyata bisa juga kamu berfiksi diluar gaya berceritamu 😀
Sukses yaa…
Keren kok dan endingnya ngetwist!
Saingan kiye
Makasih yaaaa… Semoga sukses juga.
Terima kasih atas partisipasi sahabat
Segera dicatat sebagai peserta Kontes Unggulan;Enam Puluh Tiga
Salam hangat dari Surabaya
iya mbah, masih cantik koq *nyembunyiin kaca mata baru mbahputri 😉
wah la kalo ga pake kacamata ya ga jelas no.hehe…:) keren mas e…emang cantik kalau ga pake kacamata hihi
wkwkwkwk..ternyata cantik itu juga dari faktor mata yak
ha.ha.ha. twistnya OK banget mas Dewo … 😀
TOK! TOK! TOK! Kuketuk pintu Dwi Mitra. Walau tempat itu terlihat tutup dan kosong, aku tak peduli, aku harus mencobanya dulu. Kuketuk lagi beberapa kali, tetap tak ada jawaban. “Mbak Ratna! Mas Anton!” aku berteriak sekeras mungkin, siapa tahu salah satu dari mereka ada di dalam. Tetap tak ada jawaban apapun dari dalam. Tak ada suara apapun selain suara hujan yang menghantam jalanan yang sepi. Tubuhku terasa lemas, nafasku terengah-engah karena berlari tadi. Kuusap wajahku yang basah oleh air hujan, pelan- pelan aku terduduk di depan pintu itu. Kutatap DVD di balik kantong plastik yang kubawa. Tatapanku menjadi kosong, ada air yang menetes dari kedua mataku. Apakah itu air hujan? Ataukah air mata? Kalau itu air mata, apakah artinya aku menangis? Menangis karena apa? Karena takut? Karena malu? Karena bingung?
Mbak choco ada saingannya nih 🙂
masih narsis rupanya!
waa karena pecah katamata jadi mblawur gitu ya..