Aku melihat seorang gadis yang tampak gelisah duduk di depan ruang Instalasi Gawat Darurat. Dari raut wajahnya tampak sekali kalau gadis ini diliputi perasaan ketakutan. Kedua tangannya saling menggenggam erat. Kemudian dia pun merintih, eh, lebih tepatnya berteriak namun tercekat. Aku pun mendekatinya.
“Ada apa, Dik? Kenapa cemas? Ada yang perlu saya bantu?” Kataku sambil menyentuh pundaknya lembut. Sejenak dia pun mengalihkan pandangannya kepadaku. Namun tanpa kata.
Sedetik kemudian tangannya menggenggam tanganku erat.
“Suster, tolong dicek pasien yang baru saja masuk ruang itu.” Katanya tercekat sambil menunjuk ke ruangan bertuliskan UGD.
“Memangnya ada apa, Dik?” Kataku mencoba menenangkannya sambil mengusap punggung tangannya yang masih menggenggam erat tangan kiriku.
“Tolong dilihat saja, Sus.” Katanya dengan mata memelas.
“Baiklah.” Jawabku tetap dengan lembut mencoba menuruti keinginannya supaya gadis ini tenang.
Aku pun memasuki ruang UGD. Nampak di situ sejumlah dokter dan perawat mengelilingi sebuah bed. Seorang dokter menggelengkan kepalanya. Sedangkan tangannya masih memegang alat kejut. Nampaknya sang dokter telah menyerah. Perawat di sampingnya kemudian menutupkan mata seseorang di bed itu.
Aku pun keluar lagi untuk menemui gadis itu. Aku yakin kalau pasien itulah yang dimaksud si gadis karena pagi sedini ini hanya ada 1 pasien saja yang masuk ke ruang UGD.
Aku menggelengkan wajahku ketika si gadis menatapku seolah menunggu jawaban.
“Tidak tertolong ya, Sus?” Tanyanya lemah.
“Tidak, Dik.” Sahutku lembut. “Ada hubungan keluarga dengan pasien?”
Gadis itu menggeleng lemah. “Saya hanya takut…” katanya kemudian.
“Takut kenapa? Saya akan bantu sebisa saya.” Kataku lembut sambil memeluk pundaknya.
“Tadi saya melihat dia. Setiap kali dia datang selalu ada kematian.” Ceritanya tercekat.
“Dia siapa? Boleh saya tahu siapakah dia itu?” Tanyaku dengan penuh tanda tanya di kepala.
“Dia adalah dia. Saya tidak tahu siapakah dia.”
“Jangan takut, Dik. Ceritakan saja semuanya pada saya.” Kataku sambil mengusap punggung tangannya yang sudah mulai rileks, tidak seperti tadi yang menggenggam erat karena ketakutan.
Gadis itu cuma menggeleng lemah seolah bingung entah dari mana dia mau cerita. Matanya memandangku dalam, seolah mencari sesuatu di dalam benakku. Mungkin dia ingin mencari kepercayaan dari hatiku.
Namun mendadak matanya terbelalak. Tangannya menepis tanganku dan menggenggam erat kursi yang didudukinya. Giginya bergemertak.
Aku melihat perubahan yang begitu drastis. Tadinya gadis ini sudah tenang, tapi kini mendadak berubah menjadi kaku. Tangannya kaku dan keras sekali menggenggam kursi. Aku merasakan seluruh otot tangannya mengejang saat kusentuh lengannya. Bibirnya kini terkatup erat seolah menahan sesuatu keluar dari mulutnya.
Matanya masih memandangku dalam, hanya saja pandangannya masih melotot.
“Ada apa, Dik? Tidak usah takut.” Kataku sambil mengusap punggungnya. Namun aku seperti merasakan sebuah onggokan kayu keras berbentuk manusia. Seluruh otot gadis ini menegang.
Sejenak pandangan gadis itu beralih ke sampingku dan bola matanya bergerak-gerak tak menentu. Apakah gadis ini kejang? Segera saja aku berdiri hendak memanggil perawat di UGD untuk meminta bantuan.
Namun sebelum aku sampai pintu UGD rasanya dada kiriku mengeras, tengkukku pun terasa sakit seperti teriris. Aku mencoba menggapai gagang pintu UGD. Namun tiba-tiba kakiku lemas. Kucoba untuk melangkah tapi seperti ada yang memeganginya dan menahan supaya tidak bisa melangkah. Sedangkan tenagaku mendadak terasa hilang.
Aku pun terjatuh. Dalam keadaan terkapar, aku menengok ke arah gadis itu. Entah mengapa gadis itu diam di situ tidak menolongku. Sedangkan aku tidak bisa bergerak lagi tergeletak di lantai. Hanya mataku yang masih bisa bergerak melihat di samping gadis itu ada sosok berwarna gelap.
siapa makhluk hitam itu?
Hayooo siapa…
Di UGD selalau menyeramkaaaaaaaaan. . .
Gadis itu adalah malaikat, Om. Hahahaha #Songong. . .
Gadis itu manusia biasa yang bisa melihaaat…
waduh..
Hiiiiiiiiiyy….medeniiiiii. Dia melihat malaikaat elmaut ya?
Iyaaa