Setelah 4 tahun memiliki Raspberry Pi rasanya saya hanya mengopreknya sekali hanya untuk menjadikannya radio internet. Setelah itu saya menyimpannya kembali ke dalam box-nya di laci.
Namun kemudian ada teman yang meminta bantuan untuk mendesainkan sebuah sistem dengan Arduino. Karena sistem tersebut saya nilai kompleks, maka saya menyarankan menggunakan Raspberry Pi. Awalnya teman rada ragu menggunakan Raspberry Pi. Selain lebih mahal, pengoperasian & pemrograman Raspberry Pi lebih ruwet dari pada Arduino. Namun saya berhasil meyakinkan kalau menggunakan Raspberry Pi justru lebih praktis dengan banyak kelebihan fitur yang bisa ditawarkan ke client. Dan saya berjanji minggu depan sudah menyelesaikan POC (proof of concept) desain saya.

Setelah itu barulah saya ngebut belajar IO Raspberry Pi dan pemrograman Python. Syukurlah tidak sulit. Tutorial juga banyak tersedia di internet. Bahkan mengirimkan data ke server bisa dilakukan dengan mudah. Untuk koneksi ke server saya membeli dongle Wi-Fi dari Mi yang low power.
Sedikit solder-solder komponen pasif, LED dan switch jadilah sebuah unit demo sederhana. Pada hari H saya mendemokannya pada teman saya dan mereka antusias sekali dengan desain tersebut.
Yang lucu adalah karena demo dilakukan di sebuah mall yang tempo hari sempat dapat ancaman bom (gubrak). Jadi saya pun mengemas Raspberry Pi dan pernik-perniknya di sebuah kotak makan kecil dan menyelipkannya di kantong depan tas notebook. Coba saja seandainya saya membawanya dengan kotak mika transparan seperti yang biasa saya lakukan, pasti akan mengundang kehebohan tersendiri saat diperiksa satpam. Hehehe…
Mungkin lain kali saya akan menuliskan lebih detail tentang proyek tersebut saat semuanya sudah jadi.
[…] Call System? Setelah menggali lebih dalam tentang requirement-nya, saya pun menjawab bisa (baca: Proyek dengan Raspberry Pi). Saya pun mengajukan usul sebaiknya menggunakan Raspberry […]