Menggali Lubang Kesialan Sendiri

Seringkali saya masih belum paham dengan apa yang ada di benak para militan pendukung capres (baik 01 mau pun 02). Kok bisa-bisanya mereka saling ejek dan posting atau membagikan banyak hal yang belum tentu benar. Kebanyakan malah mengandung fitnah karena tidak ada bukti nyata dan cuma berisi tuduhan tanpa dasar.

Saya bisa pahami jika para militan di media sosial itu cuma akun kloningan atau akun bayaran yang tidak diketahui punya siapa dan orangnya kayak apa. Mereka memang dibayar untuk itu. Yang saya tidak pahami justru jika akun itu milik saudara atau teman baik yang mendadak berubah menjadi militan medsos di masa pilpres 2019 ini. Saya seperti tidak mengenal mereka lagi. Seperti bukan orang yang sama ketika bertemu langsung saling berhadapan.

Efek dari pilpres 2019 ini memang luar biasa sekali. Saya merasakannya sangat dahsyat dibanding pilpres sebelumnya. Terutama karena amat-sangat gencar peperangannya di dunia maya. Di dunia di mana saya memang banyak melakukan interaksi dengan orang lain (dan juga mesin).

Saya memang pernah ikut terjerumus posting ejekan atau sharing tulisan yang tidak jelas kebenarannya. Tapi kemudian saya sadar bahwa apa yang saya lakukan itu salah. Itu bukan saya. Saya tidak seperti itu. Saya tidak seperti mereka. Buat apa menyakiti hati orang lain (pembaca postingan saya)? Apa yang saya dapatkan setelah berhasil menyakiti hati mereka?

Bisa saja saya memiliki pilihan berbeda dengan saudara atau teman-teman saya. Bisa saja saya punya dasar pemikiran berbeda dengan mereka. Saya terbiasa berdebat di dunia pekerjaan. Namun buat apa berdebat yang kemudian malah menyakiti hati orang lain? Ya, ini poin yang ingin saya utarakan di tulisan ini. Buat apa menyakiti hati orang lain?

Menyakiti hati orang lain, entah disadari atau tidak, itu seperti menggali lubang di hidup kita sendiri. Yang mungkin akan menjebloskan diri kita sendiri kelak di masa datang. Dan ketika kita jatuh ke dalam lubang yang kita gali sendiri, selain sakit, kita juga akan sulit untuk bangkit lagi. Sulit untuk membangun persahabatan dan kerja sama dengan orang-orang yang telah kita sakiti hatinya.

Apalagi kalau menyakiti hatinya diutarakan di medsos. Dampaknya akan berlipat. Karena friend-of-friend akan turut membacanya. Apalagi jika tulisannya diset public, yang berarti bukan teman pun akan bisa membacanya.

Ketika lebih banyak orang yang tersakiti hatinya, maka semakin banyak lubang yang kita gali. Karena banyak lubang yang kita gali, maka akan semakin besar kemungkinan kita kecemplung di lubang-lubang itu. Sial jadinya.

Mungkin tulisan saya di atas masih terasa abstrak. Namun saya akan memberikan contoh lubang ini. Misalnya kita posting sesuatu yang menyakiti hati saudara kita. Di masa depan ketika kita butuh bantuannya, misalnya mau pinjam uang untuk modal, apa yang ada di benak saudara kita itu? Mungkin saudara kita akan tetap meminjamkannya karena rasa sayang pada kita. Tapi bagaimana kalau yang kita sakiti orang lain yang kelak kita akan membutuhkan bantuannya? Atau ketika kita butuh pekerjaan atau kerja sama?

Ketika kita memposting/membagikan sesuatu yang lebay dan halu (baca: halusinasi), apakah kita tidak berpikir siapa saja pembacanya? Bisa jadi orang-orang yang kelak berpotensi bekerja sama dengan kita. Atau bisa jadi orang-orang itu potensial menjadi kolega atau client. Tapi kalau postingan kita isinya cuma lebay dan halu, apakah mereka bisa menerima kita?

Di masa modern ini kita bisa dengan mudah memposting segala hal. Semudah menekan layar smartphone. Tapi dampaknya jauh lebih dahsyat dibanding teriakan kita di masa lalu. Di masa lalu teriakan sekuat tenaga cuma didengar oleh sedikit orang. Sekarang? Penekanan lembut di layar smartphone seketika bisa dibaca oleh ratusan, ribuan bahkan jutaan orang. Apa yang kita posting bisa menyakiti hati orang lebih banyak lagi. Lebih banyak lubang yang kita gali.

Sekedar untuk diketahui, hari ini orang dapat dengan mudah menyelidiki latar belakang seseorang. Dengan hanya mengakses internet, maka Anda bisa membaca latar belakang saya. Demikian juga sebaliknya. Saya bisa mempelajari latar belakang Anda dengan hanya berbekal smartphone yang terkoneksi ke internet.

Ketika seorang bos besar membaca latar belakang Anda dan kemudian menemukan banyak postingan negatif di akun medsos Anda, tentu bos tersebut akan berpikir ulang untuk bekerja sama dengan Anda.

Seperti ketika saya ingin membeli sesuatu tapi saya menjumpai bahwa catatan penjual ternyata jelek. Tentu saya tidak akan membeli darinya.

Kembali ke pertanyaan inti, apakah akun-akun militan ini sadar bahwa mereka sedang menggali lubang untuk diri mereka sendiri? Apakah mereka memikirkan apa yang mungkin terjadi di masa depan?

Kemudian saya sadar bahwa hal ini pernah dituliskan di Alkitab. Apa yang ada di diri mereka, itulah yang mereka bagikan. Orang tidak mungkin membagikan sesuatu yang tidak mereka punyai.

Kalau mereka cuma punya kebencian di hati mereka, maka itulah yang mereka bagikan. Tapi kalau kita punya kasih di hati kita, maka kita akan selalu membagikan kasih. Dan kita tidak mungkin membagikan kebencian, karena kita hanya punya kasih.

Dari para militan itu kita bisa tahu orang-orang yang hanya punya kebencian di hati mereka. Kita tahu siapa saja yang hatinya penuh luka karena sering disakiti (entah oleh siapa). Dan mereka akan senang hati membagikan sakitnya kepada orang lain.

Kebencian itu seperti virus. Ketika Anda tertular virus kebencian dan kemudian menjadi sakit juga, maka Anda akan menjadi carrier virus kebencian itu untuk kemudian menularkannya ke orang lain.

Jadi jangan lupa selalu minum vitamin supaya kuat dan tidak mudah tertular virus kebencian. Jangan lupa install anti-virus, hahaha…

Salam damai.

Iklan

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Gambar Twitter

You are commenting using your Twitter account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.