Kembali Ke Microsoft Windows

Setelah bertahun-tahun menggunakan MacOS dan Ubuntu, akhirnya saya memutuskan menggunakan Windows 10 di Asus TUF FX505DD. Ya memang laptop ini sudah ada Windows bawaannya. Tapi sebelumnya saya meng-install Ubuntu di SSD dan selalu boot ke Ubuntu. Hanya saja, Ubuntu bermasalah di driver display-nya. Ketika menggunakan monitor external atau proyektor atau TV dengan kabel HDMI, maka Ubuntu akan gagal mengenali dan bahkan seringkali hang ketika kabel dicolokkan. Padahal sudah menurunkan desktop manager dengan menggunakan gdm.

Contohnya kemarin ketika presentasi, awalnya baik dengan proyektor bekerja dengan baik. Namun ketika harus bergantian presentasi dan kemudian balik lagi saya harus presentasi, laptop langsung hang. Tidak bisa diapa-apakan walau pun sudah tekan Ctrl+Alt+Del atau Ctrl+Alt+Backspace. Terpaksa hard reset dan boot ke Windows untuk presentasi lagi.

Jadi Ubuntu masih bermasalah dengan kartu NVidia atau malah dengan AMD Ryzen + Vega? Entahlah. Tapi cukup mengganggu bagi saya yang sering presentasi atau menggunakan monitor external.

Sedangkan jika boot ke Windows dari harddisk itu sangat menyebalkan. Amat sangat lambat.

Akhirnya saya memutuskan meng-install ulang NVMe dengan Windows 10. Eh bukan install ulang, tapi menyalin Windows di harddisk ke NVMe. Untuk menyalin image Windows dari harddisk ke NVMe ini diperlukan aplikasi bernama EaseUS Todo Backup Free. Sejatinya ada versi berbayarnya, tapi kita bisa meng-install versi free-nya. Bagusnya adalah ada fitur “System Clone” yang cukup pandai sehingga walau pun storage tujuan lebih kecil, tapi EaseUS bisa mengaturnya dengan baik. Jadi walau pun harddisk saya 1TB sedangkan SSD NVMe hanya 256GB, namun karena isi harddisk hanya beberapa puluh giga byte, maka cloning bisa dilakukan dengan aman. Bahkan NVMe bisa langsung dipergunakan sebagai boot drive.

Walau kembali ke Windows, namun saya masih memerlukan Ubuntu untuk banyak hal yang berkenaan dengan pekerjaan. Jadi saya meng-install VirtualBox dengan VM Ubuntu 19.04. Bukan solusi yang efisien sih. Tapi efektif untuk pekerjaan saya.

Masalah berikutnya muncul. Yaitu ketika menyadari bahwa font di Windows tidak sebagus MacOS atau bahkan Ubuntu. Setting font clear type tidak membantu, tetap kurang nyaman. Jadi males kerjanya, hahaha… Apalagi kan saya memang akan banyak coding yang berarti akan sering berhadapan dengan banyak code/text.

Syukurlah menemukan program MacType yang bisa membuat font di Windows jadi seindah MacOS/Ubuntu. Syukurlah gratis juga. Saya memang paling suka yang gratisan dan halal, hahaha…

Jadi terima kasih untuk program EaseUS Todo Backup Free dan MacType.

Iklan

Aplikasi-aplikasi Untuk Ubuntu

Sepertinya sudah berkali-kali saya meng-install Ubuntu, baik di laptop, server mau pun di Virtual Machine. Dan setiap kali install Ubuntu, setiap kali pula saya harus mengulangi meng-install beberapa aplikasi yang menunjang pekerjaan dan hobi saya. Sayangnya kadang kala saya lupa apa saja yang harus saya install sehingga ketika dibutuhkan perlu install dulu. Jika dalam kondisi terburu-buru tentu sangat tidak menguntungkan, misalnya saat akan meeting atau bertemu client. Apalagi jika terjadi gangguan koneksi internet.

Jadi perkenankanlah saya menuliskan daftar apa saja yang harus/perlu saya install di Ubuntu baru. Tentu ini sekedar pengingat bagi diri sendiri jika kelak diperlukan install Ubuntu lagi. Seperti saat ini di mana saya perlu install Ubuntu lagi karena upgrade SSD NVMe.

SERVER

  1. Tasksel. Ini adalah sebuah utility installer yang sangat membantu. Dengan tasksel ini meng-install beberapa aplikasi dapat dilakukan dengan cara yang praktis.
  2. LAMP. Ini adalah stack aplikasi yang sangat diperlukan oleh server Linux, meliputi Apache, MySQL dan PHP. Gunakan tasksel untuk menginstall stack LAMP supaya mudah.
  3. NodeJS dan NPM. Penting untuk server aplikasi dengan bahasa JavaScript.
  4. PHPMyAdmin. Aplikasi berbasis web ini sangat penting ketika diperlukan administrasi database MySQL secara remote.
  5. OpenSSH. Sangat penting supaya server bisa di-remote secara ssh. Juga tersedia utility penting seperti ssh-keygen dan ssh-copy-id supaya sesi ssh tidak perlu lagi login.
  6. Samba. Sifatnya opsional saja karena ada beberapa cara lain yang lebih secure seperti sFTP atau scp.
  7. sFTP. Sifatnya opsional saja. Belakangan saya lebih sering menyalin file secara remote dengan scp.
  8. Postfix. Sifatnya opsional saja tergantung apakah kita akan menjadikan server ini sebagai server email.
  9. Ufw. Sebuah firewall ringan dan praktis. Sangat diperlukan.
  10. Htop. Ini adalah aplikasi ringan berbasis teks untuk memonitor kerja CPU dan memori dan aplikasi apa saja yang sedang bekerja di server.
  11. Mytop. Seringkali kita perlu melihat apa saja yang terjadi di server database. Dengan aplikasi ini kita bisa melihat query apa saja yang sedang berjalan dan ada berapa koneksi ke server database. Jika diperlukan kita bisa membunuh query yang lambat.
  12. MC (midnight commander). Sebenarnya tidak terlalu penting. Tapi ketika server dikonfigurasi headless dan perlu diakses dari jarak jauh, maka menggunakan mc akan sangat membantu ketika berurusan dengan file/direktori. Saya sangat suka mc karena mengingatkan saya pada NC (Norton commander) di era masa lalu.
  13. Tightvncserver. Sebuah server VNC. Tidak terlalu dibutuhkan sebenarnya. Tapi kadang asyik juga remote server dengan GUI.
  14. Rkhunter. Sangat diperlukan untuk mengecek apakah ada penyusupan malware di server.
  15. Speedtest-cli. Sangat diperlukan untuk mengetest kecepatan jaringan di server.
  16. Nmap dan beberapa utility jaringan lain.

DESKTOP/LAPTOP

Berhubung kerjaan saya adalah programmer, maka laptop juga saya fungsikan sebagai server. Jadi apa yang terdaftar di SERVER di atas juga saya install di laptop. Sedangkan Ubuntu Desktop yang saya install sudah mengikutkan banyak aplikasi berguna seperti LibreOffice, Remmina, transmission torrent, dll. Namun saya tetap membutuhkan beberapa aplikasi yang perlu saya install secara manual. Yaitu:

  1. VirtualBox. Aplikasi ini sangat penting untuk membuat VM di laptop. Kadang kita perlu experimen atau belajar sesuatu di sistem operasi terbatas di VM. Ketika bermasalah atau ketika tidak dibutuhkan lagi tinggal dihapus tanpa mempengaruhi sistem utama.
  2. Chrome. Sebenarnya Ubuntu sudah mempunyai browser bawaan Mozilla Firefox yang cukup powerfull. Namun Chrome memiliki banyak keunggulan penting seperti integrasi dengan Google dan G-Suite. Bahkan Youtube lebih baik dijalankan di Chrome.
  3. Geany. Ini sebuah editor ringan favorit saya sejak dahulu kala. Sebenarnya banyak editor lain yang lebih fancy seperti Atom, Visual Studio Code Editor, dll. Namun saya selalu balik lagi menggunakan Geany karena ringan dan bersih tampilannya.
  4. Android Studio. Digunakan untuk membuat aplikasi di Android.
  5. Scrcpy. Sangat berguna untuk digunakan me-remote hape Android. Sangat membantu juga ketika digunakan saat membuat aplikasi Android karena aplikasi bisa langsung diuji coba ke hape sedangkan tampilan hape-nya tetap di komputer. Tidak perlu bolak-balik pegang hape.
  6. Arduino IDE. Digunakan untuk ngoprek Arduino dan kawan-kawannya.
  7. Fritzing. Digunakan untuk mendesain PCB dengan cara yang paling mudah.
  8. GIMP. Untuk editor foto/gambar.
  9. InkScape. Untuk menggambar vector.
  10. VLC. Untuk nonton video/film. Saya gunakan juga untuk nonton TV digital yang saya streaming dari Raspberry Pi + TV HAT dengan TVHeadEnd. Alternatif lain yang cukup baik adalah omxplayer yang sangat ringan karena dijalankan dari terminal.
  11. VNC Viewer. Digunakan untuk remote desktop ke server-server. Bisa juga menggunakan Remmina yang memiliki dukungan lebih banyak seperti VNC, RDP, VNC over SSH, dll.
  12. Postman. Untuk menguji coba API/Web Service.
  13. Mysql-workbench-community. Sayangnya belum ada versi untuk Ubuntu 19.04. Padahal di Ubuntu 18.04/10 bisa di-install dan berjalan dengan baik. Alternatif lain adalah Tora. Tapi saya kurang cocok dengan Tora.
  14. Kazam. Untuk screen recorder. Sangat diperlukan saat membuat video tutorial.
  15. Etcher. Digunakan untuk menyalin file image ke USB atau SDCard. Sangat dibutuhkan ketika membuat OS di SDCard untuk Raspberry Pi.
  16. Git. Penting untuk versioning code.
  17. TestDisk. Sebuah utility berbasis teks untuk recovery file.

Sedangkan berikut ini adalah beberapa aksesoris yang tidak terlalu diperlukan, tapi bagus juga jika di-install.

  1. CPU G. Ini seperti CPU Z yang legendaris itu. Fungsinya sekedar mengetahui merek dan tipe jeroan komputer kita seperti CPU, Motherboard, RAM, dll.
  2. Slimbook Battery. Jika Ubuntu di-install di laptop, maka aplikasi ini sangat diperlukan supaya baterai bisa lebih hemat. Karena secara alami Ubuntu itu menggenjot sistem secara optimal sehingga cenderung lebih boros baterai.
  3. Terminator. Sebenarnya ini cuma terminal/console saja di mana Ubuntu sudah punya terminal bawaan yang cukup baik. Keunggulan Terminator adalah di kemampuannya membagi jendela Terminator menjadi beberapa terminal. Kita bisa membaginya ke vertikal atau horizontal.
  4. Cmatrix. Hahaha ini cuma aplikasi iseng saja. Bisa difungsikan sebagai screensaver. Yang menarik adalah karena tampilannya seperti di video Matrix yang dibintangi Keanu Reeves.
  5. Tor Browser. Jika ingin browsing situs yang diblokir oleh pemerintah, maka Tor Browser ini adalah solusi praktis dibandingkan jika harus install VPN.

Nah kan ternyata banyak sekali. Makanya seringkali ada saja yang tertinggal. Tapi ya paling asyik kalau saat diperlukan baru di-install. Sayangnya tidak setiap saat tersedia koneksi internet yang memadai seperti ketika harus tugas luar kota. Dan kadang kala ukuran aplikasi yang harus di-download sangat besar. Jadi lebih baik jika aplikasi sudah terinstall dan kapan saja diperlukan siap digunakan.

Sepertinya daftar di atas akan terus bertambah saat saya menyadari apakah ada yang terlupa. Atau belakangan baru tahu ada aplikasi baru/penting yang perlu di-install juga. Jadi daftar di atas akan dinamis. Masukan dari pembaca juga mungkin baik sehingga saya perlu meng-install aplikasi usulan tersebut juga.

Walau pun tulisan ini cenderung sebagai pengingat bagi diri sendiri, tapi mungkin pembaca juga dapat memperoleh manfaat juga.

Oh iya, beberapa aplikasi yang berhubungan dengan multimedia tetap lebih asyik menggunakan versi MacOS/iOS seperti misalnya iMovie, Garageband, Procreate, dll. Jadi untuk kebutuhan edit multimedia tersebut lebih baik di MacBook Pro atau iPad.

Salam.

Nikon D5500

Semenjak Nikon D5500 dirilis tahun lalu, hati saya galau. Betapa tidak? Fitur D5500 keren banget, paling tidak itu menurut saya. Terutama fitur touchscreen dan wifi yang bisa sangat membantu workflow pemotretan.

Saya yang selama ini mengandalkan D5100 pun akhirnya menyerah. Setelah beberapa bulan galau, saya pun memutuskan harus membelinya!

Kemarin sore saya keliling Tangcity untuk mencari Nikon D5500. Sayangnya beberapa toko di situ menjualnya dengan harga cukup mahal. Ehm… sebenarnya bukan mahal, tapi sesuai harga resmi. Sedangkan saya sudah berbekal harga dari salah satu toko online yang menjualnya dengan harga lebih murah 1 juta. Akhirnya kemarin malam saya memutuskan membelinya via online.

Dan siang ini Nikon D5500 pun datang. Sayangnya kedatangannya telat. Tadi pagi saya ada acara motret bayi. Terpaksa saya menggunakan D5100 dulu. Padahal saya sudah pengen banget mencoba D5500, hehehe…

Toko dimana saya beli D5500 memang dapat diandalkan. Kemarin malam langsung dikirim sehingga siang ini saya sudah bisa menerimanya. Pengiriman disyaratkan harus pakai asuransi. Masuk akal juga sih. Selain mahal, kamera kan mudah rusak jika diperlakukan kasar. Jadi asuransi adalah mutlak. Syukurlah paket datang dalam kondisi baik dengan bungkus berlapis.

Box D5500 terbilang kecil dibandingkan box D5100. Rupanya kamera dan lensa sudah dipaketkan dalam 1 box. Berbeda dengan D5100 yang lensanya punya box terpisah. Di dalamnya ada buku panduan, garansi, kabel USB, kabel video/audio, charger dan adapter, strap, kamera D5500, lensa kit 18-55 VR II dan baterai.

d5500_01

Secara fisik D5500 lebih kecil sedikit dan lebih ringan dari pada D5100. Ini yang saya suka. Bahkan banyak kamera mirrorless yang lebih berat dari pada D5500.

d5500_02

Menurut saya, bentuk D5500 cukup ganteng. Mungkin karena saya terbiasa dengan tampang D5100 ya? Sedangkan bagian pegangan di sisi kanan itu tipis tapi cukup dalam. Jujur, pegangannya masih enakan D5100. Mungkin setelah beberapa saat saya akan terbiasa dengan dimensinya yang lebih tipis itu.

d5500_03

Ada perubahan layout di D5500. Yang paling mencolok ya roda putarnya. Kali ini berubah di bagian atas. Roda ini bisa digunakan untuk mengubah aperture dan juga bisa digunakan untuk mengubah ISO dan Shutter Speed dengan kombinasi tombol.

d5500_04

d5500_05

d5500_06

d5500_07

d5500_08

Sementara saya baru bisa menuliskan ini. Saya akan pelajari dan coba fitur-fiturnya. Nanti setelah beberapa saat akan saya coba tulis lebih dalam mengenai D5500.

Salam.

Memperingati 1000 Hari Almarhum Papah

Tidak terasa 1000 telah berlalu sejak berpulangnya Papah ke Pangkuan Bapa. Kami memperingatinya bertepatan dengan hari Kemerdekaan Republik Indonesia ke-70 tanggal 17 Agustus 2015 di peristirahatan terakhir Papah di Sagan, Yogyakarta.

11013027_10153252871464620_1921647147217001135_o

Kami memperingati 1000 hari dengan doa bersama Ibunda, Bapak & Ibu Mertua, Keluarga Mbak Chocovanilla, dan Neti. Doa dipimpin oleh Papa Mertua.

Baca selebihnya »

Gantung Saja Sepedamu

Hidup di apartemen yang terbatas ruangnya tentu perlu banyak siasat. Seperti saya yang harus membawa masuk sepeda ke dalam. Tadinya cuma saya sandarkan saja di dinding dekat kulkas. Tapi ternyata mengganggu lalu lintas (hayah). Jadi sering kesenggol-senggol. Untung saja tidak sampai jatuh.

Untunglah lihat-lihat di internet ada contoh cara menyimpan sepeda dengan cara digantung di dinding. Ada 2 model penggantungan, yaitu model horizontal dan model vertikal (berdiri). Demi menghemat ruang, saya memilih model berdiri. Untungnya Ace Hardware menjualnya. Harganya juga tidak terlalu mahal, cuma Rp 139.000.

IMG_20150812_165724

Baca selebihnya »